اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Dahsyatnya Iman
Abu Thalib memanggil Rasulullah SAW dan berkata, "Muhammad, orang-orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, 'Wahai Abu Thalib, engkau adalah orang terhormat di kalangan kami. Oleh kerana itu, kami meminta baik-baik kepadamu untuk menghentikan anak saudaramu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan. Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala-berhala kita. Suruh dia diam atau kami lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa!'"
Abu Thalib memandang wajah anak saudaranya seperti memohon, lalu katanya, "Jagalah aku, nak. Jaga juga dirimu. Jangan aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat ku pikul"
Rasulullah SAW terpegun. Baginda SAW tahu, pakciknya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya. Pakciknya hendak meninggalkan dan melepaskannya. Sementara itu, kaum muslimin masih lemah dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan pada kehendak Allah SWT. Rasulullah SAW bertekad untuk terus berdakwah. Lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-ragu
Oleh kerana itu, dengan seluruh kekuatan jiwa, Rasulullah SAW berkata, "Pakcikku, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan ku tinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa kerananya"
Begitulah kedahsyatan iman Rasulullah SAW. Abu Thalib sampai terpegun dan gementar mendengar tekad anak saudarannya itu. Rasulullah SAW pergi sambil menitikkan airmata, tetapi Abu Thalib memanggilnya kembali sambil berkata, "Anakku, katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau apa pun yang terjadi"
Utsman RA dan Ruqayyah RA
Pagi itu, Rasulullah SAW pulang ke rumah dengan hati yang sangat sedih. Seharian, Baginda SAW melihat para pengikutnya disiksa
Betapa berat penderitaan orang-orang muslim saat itu. Khadijah RA menghampiri suaminya yang tercinta. Dihibur dan dikuatkannya kembali diri Rasulullah SAW
Tiba-tiba, pintu terbuka. Ruqayyah RA, puteri kedua Rasulullah SAW, tiba-tiba masuk sambil menangis. Ruqayyah RA mendekap pangkuan ibunya sambil menangis tersedu-sedu
"Ada apa, sayang?", tanya Khadijah RA begitu lembut, menutupi kekhuwatirannya sendiri akan berita buruk yang dibawa puterinya itu
"Suamiku menceraikan aku, Bonda", isak Ruqayyah RA. "Ayah mertuaku, Abu Lahab, menyuruh suamiku menceraikan aku dan suamiku menurut. Dia dijanjikan akan dinikahkan kembali dengan puteri bangsawan"
Rasulullah SAW dan Khadijah RA saling bertatapan sedih. Sudah sekejam itu Abu Lahab bertindak untuk menyakiti Rasulullah SAW dan keluarganya
"Ummu Jamil, ibu mertuaku, merobek-robek bajuku", kata Ruqayyah RA pilu. "Abu Lahab memukulku. Abu Lahab, Ummu Jamil, dan suamiku, Utbah, bersumpah tidak akan menerima lagi kehadiranku selama ayah masih tetap mendakwahkan Islam"
Seberapa pun tabahnya Khadijah RA, akhirnya air matanya menitik juga melihat puterinya yang kini menjadi orang terusir. Dengan lembut, Rasulullah SAW memeluk puterinya itu dan mengelap air mata di pipinya
"Aku lebih sayang Ayah dan Bonda daripada siapa pun di dunia ini", bisik Ruqayyah RA kepada Rasulullah SAW
Dengan hati pilu, Rasulullah SAW pergi menemui Abu Bakar RA. Rasulullah SAW menceritakan kejadian yang menimpa Ruqayyah RA
"Ya Rasulullah", kata Abu Bakar RA dengan lembut
"Sebenarnya, dari dulu, Utsman bin Affan sudah menaruh hati pada Ruqayyah, tetapi Utbah mendahuluinya. Utsman sangat menyesal tidak dapat menyunting puteri kamu"
Mendengar penuturan Abu Bakar RA, Rasulullah SAW pun kemudian menikahkan Utsman RA dengan Ruqayyah RA. Untuk sementara, berakhir satu kesedihan
Masih banyak lagi cubaan dan ujian lain yang akan mendera Rasulullah SAW, keluarga, dan para sahabatnya
Duri-Duri Di Jalanan
Gangguan Ummu Jamil dan Abu Lahab semakin menjadi jadi. Setiap kali Rasulullah SAW berjalan untuk menemui para pengikutnya, setiap itu pula Baginda SAW menemukan duri-duri bertebaran di jalan. Perlahan dan berhati-hati, Rasulullah SAW melangkah agar duri tidak menembusi kakinya. Namun, hampir setiap kali pula dalam keadaan itu, kotoran dan batu melayang ke arah Baginda SAW
Suara tawa bergema terdengar jika Rasulullah SAW tengah sibuk mengelak lemparan batu dan kotoran. Sambil menghilangkan kotoran yang melekat di pakaian, Rasulullah SAW menoleh ke arah suara tawa. Ummu Jamil dan Abu Lahab kelihatan begitu menikmati penderitaan Rasulullah SAW. Ummu Jamil berpakaian menjolok mata dan selalu menatap Rasulullah SAW dengan tatapan menghina
"Lihat!", teriak Ummu Jamil. "Inilah Muhammad, anak gila yang berani membawa agama baru! Agama yang dikiranya dapat menyamakan kedudukan para bangsawan dan hamba!"
Rasulullah SAW tidak berkata apa-apa untuk membalas. Baginda SAW hanya pulang dengan tatapan yang tajam
"Percuma kamu banyak berkata, isteriku! Telinganya sudah tuli!", kata Abu Lahab. "Hai, para hamba! Teruskan kesenangan kalian!”
Seketika itu juga, hamba-hamba yang kuat bertubuh besar milik Abu Lahab dan Ummu Jamil kembali melempari Rasulullah SAW dengan batu, kotoran, dan pasir. Diperlakukan seperti itu, Rasulullah SAW tidak membalas sedikit pun. Baginda SAW hanya mengelak, menahan sakit, seraya bersabar dan terus bersabar
No comments:
Post a Comment