اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Abu Thalib Sakit Tenat
Beberapa bulan setelah piagam dihapuskan, Rasulullah SAW mendapat ujian berat. Kali ini bukan penyiksaan dari pihak lawan, melainkan berupa kehilangan orang yang Baginda SAW cintai
Kerana sudah lanjut usia dan menderita kehidupan yang sukar di pengasingan selama tiga tahun, Abu Thalib jatuh sakit. Saat itu usianya sudah lapan puluh tahun. Mengetahui Abu Thalib sakit tenat, orang-orang Quraisy khuatir akan terjadi perang antara kaum Quraisy dan Rasulullah SAW berserta para pengikutnya. Apalagi di pihak Rasulullah SAW ada Hamzah RA dan Umar RA yang terkenal garang dan keras. Selama ini, Abu Thalib selalu dapat menjadi pendamai kedua belah pihak
Para pemuka Quraisy menemui Abu Thalib di pembaringan dan berkata, "Abu Thalib, engkau adalah keluarga kami juga. Sekarang ini, keadaan antara kami dan anak saudaramu sudah sangat mencemaskan kami. Panggillah dia. Kami dan dia akan saling memberi dan menerima. Biarlah dia dengan agamanya dan kami dengan agama kami pula"
Rasulullah SAW kemudian datang. Mengetahui maksud kedatangan mereka, Rasulullah SAW bersabda, "Sepatah kata saja aku minta yang akan membuat mereka merajai semua orang Arab dan bukan Arab"
"Katakanlah, demi ayahmu", kata Abu Jahal. "Sepuluh kata sekali pun silakan!"
Rasulullah SAW bersabda, "Katakan, tidak ada Tuhan selain Allah dan tinggalkan segala penyembahan selain Allah"
"Muhammad", kata mereka, "Maksudmu tuhan-tuhan itu dijadikan satu saja?"
Para Pembesar Quraisy saling memandang antara satu sama lain dengan perasaan kecewa menghadapi keteguhan Rasulullah SAW
"Pulanglah", kata mereka antara satu sama lain. "Orang ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah kalian!"
Abu Thalib Wafat
Rasulullah SAW duduk di sisi pembaringan pakciknya. Dengan perasaan sedih, ditatapnya wajah bijaksana orang tua itu. Hati Rasulullah SAW dipenuhi rasa duka, tidak hanya kerana melihat sakit sebelum maut yang dideritai Abu Thalib, tetapi juga kerana sampai saat itu, pakciknya belum juga membuka hatinya kepada Islam
Rasulullah SAW menggenggam tangan pakciknya dengan lembut. Inilah Abu Thalib yang dulu mengajaknya berdagang ke Syam kerana tidak sanggup berpisah dengannya. Inilah pakciknya yang dulu merawatnya penuh kasih sayang, bahkan mencintainya melebihi kecintaan kepada anak-anaknya sendiri. Inilah Abu Thalib yang membuka jalan pertemuannya dengan Khadijah RA dan mendorongnya menjadi pemimpin kafilah dagang Khadijah RA. Inilah Abu Thalib yang selalu menjadi pelindungnya sejak dirinya menjadi yatim sampai menjadi utusan Allah SWT
Abu Thalib membuka matanya yang sayu dan memandang Rasulullah SAW, "Demi Allah, wahai anak saudaraku, aku tidak melihatmu menawarkan sesuatu yang berat kepada para pemuka kaummu"
Sejenak timbul harapan Rasulullah SAW akan keislaman pakciknya itu. "Wahai pakcikku, ucapkanlah satu kalimat, maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pada Hari Kiamat kelak"
Akan tetapi, Abu Thalib tetap enggan menerima ajakan tersebut. Kemudian wafatlah dia. Kini, hilanglah sudah seorang pelindung Rasulullah SAW. Mulai saat ini, Rasulullah SAW harus menghadapi semuanya dengan sendiri
Kata-Kata Terakhir Abu Thalib
Ketika Rasulullah SAW mengajak Abu Thalib mengucapkan syahadat pada saat-saat terakhirnya, Abu Thalib berkata, "Kalau aku tidak khuatir nasib keluargaku akan dianiaya setelah kepergianku dan kaum Quraisy bakal mengatakan, bahawa aku berucap kerana gentar menghadapi sakaratul maut, aku tentu mengucapkannya. Kalau pun ku ucapkan, itu sekadar menyenangkan hatimu"
Khadijah RA Wafat
Seusai penguburan Abu Thalib, Rasulullah SAW kembali ke rumah dan menemukan Khadijah RA jatuh sakit. Rasulullah SAW menggenggam tangan Khadijah RA yang kini terasa panas. Dari hari ke hari, wajah Khadijah RA semakin pucat dan gementar, Rasulullah SAW amat terharu. Pada saat-saat seperti ini, isterinya itu tetap berusaha menguatkan hatinya. Seolah-olah Khadijah RA tahu bahawa perjuangan suaminya masih sangat panjang dan berliku, sedangkan perjuangannya sendiri sudah mencapai titik akhir
Akhirnya saat perpisahan sepasang suami isteri yang mulia itu pun tiba. Hanya beberapa hari setelah Abu Thalib meninggal, Khadijah RA pun wafat dengan tenang
Dalam beberapa hari saja, Rasulullah SAW kehilangan dua orang yang sangat bererti dalam hidupnya, pakciknya yang mengasuh dan melindunginya serta isteri yang setia mendampinginya dalam menempuhi semua suka dan duka, terutama setelah Baginda SAW diangkat menjadi Rasul selama sepuluh tahun terakhir kehidupan mereka. Masa-masa duka ini di panggil dengan nama 'Amul Huzni (tahun kesedihan)
Saat itu, seolah-olah semua kegembiraan di hati Rasulullah SAW pudar. Indahnya kehidupan seolah-olah ikut terkubur bersama jasad dua orang kesayangan itu. Rasulullah SAW tertunduk di samping pusara Khadijah RA. Air mata Baginda SAW mengalir tanpa tertahan
Baginda SAW ingat, betapa besar penderitaan pakciknya dan kesengsaraan yang di pikul isterinya saat mereka bertindak melindungi Baginda SAW. Rasanya, hidup Khadijah RA lebih banyak dilalui dengan menanggung begitu berat beban perjuangan dibandingkan dengan menikmati manisnya kehidupan
Keluarga dan sahabat merasakan betul kesedihan Rasulullah SAW. Sekuat tenaga, mereka berusaha menghiburkan Rasulullah SAW. Inilah saat-saat ketika para pengikut, yang biasanya dihibur dan dikuatkan hatinya oleh Rasulullah SAW, berganti menghiburkan dan menguatkan hati Rasulullah SAW. Sungguh pada saat yang mengharukan ini, tetap ada keindahan yang tampak dalam persaudaraan mereka
No comments:
Post a Comment